Dalam pandangan hukum Islam, jika seseorang memiliki dana yang diduga tercampur riba, sebaiknya dana tersebut tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Ada beberapa cara yang dianjurkan untuk menyalurkan dana tersebut:
1. **Disalurkan kepada yang membutuhkan**: Dana yang diduga tercampur riba bisa disalurkan kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan, tanpa niat mendapatkan pahala sedekah, karena dana tersebut dianggap bukan sepenuhnya hak milik pribadi.
2. **Disumbangkan untuk kemaslahatan umum**: Selain membantu individu, dana tersebut dapat disalurkan untuk pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, atau infrastruktur yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
3. **Tidak digunakan untuk tujuan agama**: Karena dana tersebut berasal dari sumber yang tidak halal, tidak dianjurkan untuk digunakan dalam membiayai masjid atau kegiatan keagamaan.
4. **Menggunakan konsep **takhallush**: Ini adalah tindakan membersihkan diri dari harta yang tidak halal dengan menyalurkannya kepada pihak yang berhak atau lembaga sosial.
Sebagai catatan penting, dalam proses penyaluran dana, tidak ada niat untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT karena dana ini berasal dari sumber yang tidak halal. Tujuannya semata-mata untuk membersihkan harta yang diduga tercampur riba.
Referensi umum yang sering dipakai dalam hal ini antara lain adalah:
- Fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia) yang mengatur tentang keuangan Islam.
- Karya-karya ulama kontemporer yang menjelaskan lebih lanjut mengenai cara menangani dana yang berasal dari riba, seperti Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya "Fiqih Zakat" atau pandangan ulama yang tergabung dalam International Islamic Fiqh Academy (IIFA) : https://iifa-aifi.org/en
Fatwa-fatwa ini secara konsisten memberikan panduan agar dana yang berasal dari riba tidak digunakan untuk kepentingan pribadi dan sebaiknya disalurkan untuk kepentingan masyarakat tanpa niat memperoleh pahala dari Allah SWT.
No comments:
Post a Comment